Kalam Allah Bukan Bahasa, Huruf & Suara

Dalil Sifat Kalam Allah bukan bahasa, huruf-huruf, bukan Suara. Berikut ini kita kutip beberapa dalil menunjukkan bahwa Sifat Kalam Allah bukan huruf-huruf, bukan suara dan bukan bahasa, dan bahwa terminologi “Kalam Allah” memiliki dua makna.

infoberitaterkini.com

Penjelasan Lengkap Tentang Kalam Allah Bukan Bahasa, Huruf & Suara

Beberapa dalil menunjukkan bahwa Sifat Kalam Allah bukan bahasa, bukan huruf-huruf, dan bukan suara, dan bahwa terminologi “Kalam Allah” memiliki dua makna; al-Kalam adz-Dzati dan al-Lafzh al-Munazzal.

Dalam QS. An-Nisa’: 164, Allah berfirman:

وَكَلَّمَ اللَّـهُ مُوسَى تَكْلِيمً

“Dan berbicara oleh Allah akan Nabi Musa akan suatu pembicaraan” (QS. An-Nisa’: 164).

Yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa Nabi Musa mendengar kalam Allah yang Azali, yang bukan sebagai huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa. Artinya, Allah membuka hijab dari Nabi Musa hingga nabi Musa mendengar dan memahami Kalam Dzat Allah yang Azali tersebut.

Karena itulah maka Nabi Musa memiliki gelar istimewa, sebagai Kalimullah. Dengan demikian ayat ini memberikan penjelasan pembagian makna “Kalam Allah” kepada dua bagian; al-Lafzh al-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati [Sifat Kalam Allah]. Dua makna ini harus dibedakan. Sebab apabila tidak dibedakan maka setiap orang yang mendengar bacaan Al-Qur’an akan mendapatkan gelar “Kalimullah” sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar “Kalimullah”. Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar “Kalimullah” adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan Al-Qur’an mendapat gelar “Kalimullah” seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah” tersebut.

memahami kalam allaah dengan benar

QS. At-Taubah: 6
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

وَاِنْ اَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَاَجِرْهُ حَتّٰى يَسْمَعَ كَلٰمَ اللّٰهِ

“Dan apabila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah”. (QS. at-Taubah: 6). Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang musyrik kafir yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik ini diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya.
Kemudian, yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut “mendengar Kalam Allah” adalah mendengar bacaan kitab Al- Qur’an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz- Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah”. Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendapatkan gelar “Kalimullah”, persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidakbisa dibenarkan.

Perkataan Para Ulama Bahwa Kalam Allah Bukan Bahasa, Huruf, dan Bukan Suara

Perkataan Para Ulama Bahwa Kalam Dzat Allah Bukan Huruf, Bukan Suara, dan Bukan Bahasa. Berikut ini kita kutip perkataan beberapa Imam terkemuka Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam menetapkan bahwa sifat Kalam Allah [al-Kalam adz-Dzati] bukan huruf-huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Beberapa nama yang kita kutip di sini hanya sebagian kecil saja. Karena bila hendak mencantumkan seluruh nama ulama Ahlussunnah dan seluruh catatan mereka dalam masalah kalam Allah maka kita membutuhkan kepada lembaran halaman yang sangat banyak. Seluruh ulama Ahlussunnah sepakat menetapkan bahwa sifat Kalam Allah tidak menyerupai kalam makhluk, sebagaimana seluruh sifat-sifat-Nya tidak ada suatu apa pun yang menyerupai sifat-sifat makhluk.

Abu Hanifah an-Nu’man Ibn Tsabit (150 H)

“Dan Al-Qur’an Kalam Allah bukan makhluk, wahyu-Nya dan yang diturunkan kepada Rasulullah, dan Kalam tersebut adalah sifat- Nya secara hakiki, ia ditulis di atas lembaran-lembaran, dibaca dengan lidah-lidah, dipelihara dalam dada-dada tanpa menyatu di dalamnya, sementara tinta, pena, tulisan, bacaan [gerakan mulut, lidah dan anggota lainnya] itu semua adalah makhluk, karena itu semua adalah peruatan-perbuatan hamba. Namun demikian barang siapa berkata bahwa Kalam Allah makhluk maka dia telah kafir kepada Allah yang agung”.

Simak Penjelasan Kalam Allah Berikut ini Bersama Kiai Kholil Abou Fateh